Minggu, 29 Juli 2012

Askep Asmatikus

Askep Asmatikus

A.      Pengertian
Status Asmatikus adalah suatu keadaan dimana penyakit asma yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan biasa, melainkan harus dengan menggunakan alat, seperti Bronkodilator.
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif (bersifat menghambat, menyumbat) intermiten (terjadi berkala setelah interval tertentu), reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B.     Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
C.    Patofisiologi
·         Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi).
·         Kontraksi otot polos.
·         Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan) mukusa.
·         Hipersekresi (sekresi yang berlebih).
·         Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi).
·         Hipoventilasi (keadaan nafas yang lambat dan dangkal).
·         distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
·         Gangguan difusi gas di alveoli
·         Hipoxemia (keadaan kadar oksigen yang menurun dalam darah).
·         Hiperkarpia
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis (radang kulit), demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Mediator kimia
Patofisiologi: WOC
 

Bronkokonstriksi, Edema Mukosa, Sekresi Berlebihan
Penyumbatan jalan nafas
 

Ventilasi tidak seragam
Hiperinflasi

atelektasis
Kelenturan berkurang
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
 

Hipoventilasi alveolar
asidosis
Surfaktan berkurang
Kerja pernapasan bertambah
↑Pco2
Vasokonstriksi pulmonal
↓Po2

a.        Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak nafas), dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing).
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
b.        Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru) :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1). Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2). Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3). Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin (suatu senyawa amin depressor yang didapat dengan dekarboksilasi histidin), metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi (keadaan nafas yang cepat) dengan udara dingin dan inhalasi (penghirupan) dengan aqua destilata.
4). Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E (kependekan immunoglobulin, protein penting dalam mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
c.         Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronchitis.
d.        Terapi/Pengobatan
1. Bronchodilator Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik (obat yang efeknya serupa perangsangan saraf ortosimpatik), maka sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin). Obat-obat Bronkhodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan 2 sedotan dari suatu metered aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10-15 menit berikan aminofilin intrvena. Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi, penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x tergantung kebutuhan. Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis penunjang 0,9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.
2. Kortikosteroid Jika pemberian obat-obat bronkhodilator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3-4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3. Pemberian Oksigen Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.
a.        Asuhan Keperawatan Asmatikus
i.        Pengkajian
a. Identitas klien
1). Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
-   Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
- Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
-               Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2). Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3). Riwayat keluarga: riwayat keturunan
4). Status mental : lemas, takut, gelisah
5). Pernapasan
- Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
- Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
- Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan   hidung.
-   Adanya bunyi napas mengi.
-   Adanya batuk berulang.
6). Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
7). Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
ii.      Pemeriksaan Fisik
Dada:
1). Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2). Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3). Keabnormalan struktur Thorax
4). Contour dada simetris
5). Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6). RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1). Temperatur kulit
2). Premitus : fibrasi dada
3). Pengembangan dada
4). Krepitasi (bunyi seperti gesekan rambut dengan jari)
5). Massa
6). Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan).
Auskultasi:
1). Vesikuler
2). Broncho vesikuler
3). Hyper ventilasi
4). Rochi
5). Wheezing
6). Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
iii.    Diagnosa Keperawatan
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Jalan nafas kembali efektif.
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
1.   Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
1.    Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
2.   Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
2.   Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3.   Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran
3.   Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
4.   Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
4.   batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
5.   Berikan air hangat.
5.   penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
2.
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Pola nafas kembali efektif.
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
1.   Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
1.   kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
2.   ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
3.   duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
4.   Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
5.  dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
3.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
1.  menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
2.   peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
3.   Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4.    Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
4.air hangat dapat mengurangi mual.
5.Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
5.   memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
1.     menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
2.     Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
3.pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
5.menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
1.   informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
2.   kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
3.     selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
4.     upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
5.  menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
NO
DIAGNOSA
INTERVENSI
IMPLEMENTASI
EVALUASI
1.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Atur posisi klien semi fowler
Berikan terapi oksigen
Anjurkan istirahat yang cukup
Mengatur posisi klien semi fowler
Memberikan terapi oksigen
Menganjurkan istirahat yang cukup
S: klien mengatakan jalan nafas kembali efektif.
O: Klien tidak sesak nafas
A:   A: masalah teratasi
P:Intervensi diberhentikan
2.
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Atur posisi klien semi fowler
Berikan terapi oksigen
Anjurkan istirahat yang cukup
Mengatur posisi klien semi fowler
Memberikan terapi oksigen
Menganjurkan istirahat yang cukup
S: klien mengatakan pola nafas kembali efektif
O: klien tidak sesak nafas
A: masalah teratasi
P: Intervensi diberhentikan 
3.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Anjurkan klien minum air hangat saat makan
Anjurkan klien makan sedikit demi sedikit tapi sering
Menganjurkan klien minum air hangat saat makan
Menganjurkan klien makan sedikit demi sedikit tapi sering
S: Klien mengatakan kebutuhan nutrisi terpenuhi
O: klien tidak kekurangan nutrisi
A: Masalah teratasi
P: Intervensi diberhentikan
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Anjurkan istirahat yang cukup
Anjurkan minum air yang banyak
Menganjurkan istirahat yang cukup
Menganjurkan minum air yang banyak.
S: Klien mengatakan dapat melakukan aktifitas.
O: klien tidak mengalami kelemahan fisik
A: masalah teratasi
P: intervensi diberhentikan
5.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Anjurkan untuk lebih banyak membaca Koran atau buku-buku lain atau juga dengan browsing internet
Menganjurkan untuk lebih banyak membaca Koran atau buku-buku lain atau juga dengan browsing internet.
S: klien mengatakan pengetahuan tentang proses penyakit menjadi bertambah.
O: klien tidak kekurangan informasi
A: masalah teratasi
P: intervensi diberhentikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar